Kamis, 08 November 2012

Kaya Raya atau Cukup


KAYA RAYA ATAU CUKUP

Di antara umat Islam banyak yang mengoptimalkan ibadahnya dengan doa-doa di sepuluh hari terakhir ini, di antaranya terselip doa meminta kekayaan berlimpah. Memang banyak orang tentunya ingin memiliki harta yang berlim
pah. Seseorang dengan harta melimpah bisa membeli banyak yang dibutuhkan. Dia bisa memuaskan nafsu belanjanya. Pergi ke mana saja yang disukai. Namun, kalau itu menjadi tujuan, maka perlu kiranya kita pikirkan, bahwa di samping kemudahan-kemudahan tersebut, keadaan kaya raya tidak menjamin cukup dalam kebutuhan hidupnya. Bisa jadi ia memiliki banyak luas sawahnya, akan tetapi apabila dia mengidap penyakit diabetes, sehingga mesti mengurangi makan nasi, tentu itu akan mengurangi nikmat rejekinya. Dikhawatirkan mereka yang hanya tujuannya menjadi kaya raya, akan mengejar tujuannya dengan cara apa pun, bahkan yang melangggar hukum sekalipun, korupsi misalnya.

Sedangkan untuk keadaan cukup, kita melihat ada kondisi lain bagi orang yang berkecukupan, dalam arti, bisa jadi ia tidak berlimpah kekayaannya, namun, ia bisa memenuhi banyak yang dibutuhkannya dengan pertolongan Allah SWT tentunya. Tak Perlu menjadi seorang kaya raya. Asal cukup saja. Tidak penting menjadi orang kaya raya, yang lebih penting bila perlu cukup. Butuh untuk makan ... cukup. Butuh untuk biaya sekolah ... cukup. Butuh untuk ongkos / beli kendaraan ... cukup. Butuh untuk melunasi rumah ... cukup. Butuh untuk berhaji ... cukup. Butuh untuk senantiasa sedekah / wakaf / amal jariyah ... cukup. Dll dll ...

Jadi, apa perlunya dengan kata kaya raya, bila semua beres dengan cukup. Juga tidak perlu serba banyak, yang penting cukup. Apa artinya sepatu banyak bila tak ada yang cukup. Sebagaimana tidak perlu banyak tidur yang penting cukup tidur. Tak perlu juga banyak makan, yang penting cukup makannya. Hidup senantiasa dicukupi oleh Allah SWT persyaratan utamanya tawakkal adalah keyakinan yang mantap, bulat utuh terhadap semua janji dan jaminan-Nya, sehingga tak ada di hati bersandar, berharap, dan bergantung kepada siapapun selain hanya kepada-Nya, "Barangsiapa bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupi" (QS. Ath-Thalaq: 3). Dan figur ahli tawakkal adalah hatinya senantiasa tulus, ibadahnya sangat bagus, hidupnya selalu lurus, ikhtiarnya serius dan tobat terus menerus.

Seseorang itu dicukupi Allah SWT bukan karena sesuatu dari dunia ini. Memiliki apa saja tetapi tidak mempunyai tawakal itu artinya miskin. Mereka yang memperoleh hartanya dengan tidak wajar, berarti menggadaikan keimanan sikap tawakalnya demi sedikit dari duniawi ini. Orang-orang licik, korupsi, mencuri, itu walaupun secara materi bisa jadi kaya raya, tetapi batinnya miskin, karena dengan korupsi berarti selalu merasa tidak cukup.

Berapa pun kekayaannya orang-orang yang licik, mereka tidak bisa menikmatinya, karena oleh Allah SWT sudah dicabut menikmatannya. Orang serakah ini akan tetap saja mencuri karena jiwanya sangat miskin, sehingga ia akan terus mencuri lagi. Walau pun makanan serba enak, akan tetapi seandainya Allah akan mengurangi kenikmatannya, maka mudah saja dengan ditimpakannya penyakit.

Oleh karenanya akan memilih yang mana kita? Ingin menjadi orang-orang yang berambisi kaya raya, dengan cara apa pun, sehingga jauh dari Allah SWT, atau menjadi orang yang pas ketika memerlukan, kemudian ada solusinya dari Allah SWT, karena kedekatan kita dengan Allah SWT. Menjadi kaya belum tentu keperluannya tercukupi, kalau jiwanya miskin ia akan disiksa dengan yang tidak ada. Hidup kita tidak perlu menjadi orang kaya semua, tidak mungkin. Tapi tentunya kita berharap setiap kita yang memiliki keperluan, lalu Allah SWT memberikan jalan keluarnya. Berambisilah untuk memperoleh keridhoan Allah SWT. Maka tidak perlu terpesona dengan dunia ini, tapi terpesonalah dengan orang yang bertauhid benar-benar. Dunia diberikan kepada siapa pun dari makhluk-makhluk-Nya yang dikehendaki. Perlu diingat pula sudah dari masa-masa kita belum ada, di Lauhul Mahfudz, Allah SWT telah menempatkan kavling kehidupan kita masing-masing. Maka syukurilah apa yang dirasa itu nikmat karunia Allah, karena Nabi Sulaiman as pun sangat dikenal dengan seorang nabi yang penguasa dan kaya raya, dan bersabarlah apabila itu dirasa menghimpit kehidupan, dengan dibarengi ikhtiar, doa, dan patuh, serta pasrahkan kepada Allah dengan optimal, sehingga bisa memiliki kavling kehidupan yang terbaik di dunia maupun di akhirat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar